Home
Kembali
Tata Ruang Jakarta Paska Pindah Ibukota ke Kalimantan Timur oleh Yayat Supriatna Dosen Perencana Kota Universitas Trisakti

Tata Ruang Jakarta Paska Pindah Ibukota ke Kalimantan Timur oleh Yayat Supriatna Dosen Perencana Kota Universitas Trisakti


Kamis, 16 Oktober 2020 - 09:12:00 WIB - Dibaca : 1411 Pengunjung

Tata Ruang Jakarta Paska Pindah Ibukota ke KalimantanTimur oleh Yayat Supriatna Dosen Perencana Kota UniversitasTrisakti

Abstraksi

Pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur tidak mengakhiri  pembangunan di Jakarta. Pemindahan menjadi peluang untuk melakukan urban regeneration sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pelayanan perkotaan yang telah mengalami penurunan atau kerusakan akibat kegagalan dalam penataan ruang kota. Daya tampung dan daya dukung Jakarta yang telah melampaui batas membutuhkan upaya revitalisasi dalam bentuk urban regeneration.Urban regeneration adalah perubahan struktur dan sistem jaringan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat kota. Urban  regeneration merupakan bentuk restrukturisasi dari rencana tata ruang kota untuk mengembalikan fungsi layanan perkotaan yang selama ini telah merugikan masyarakat dan menurunkan kualitas lingkungan.

Kata Kunci:Pemindahan Ibukota,Urban Regeneration

Abstract

The relocation of the capital to East Kalimantan will not end urban  development in Jakarta. The replacement will becomes an opportunity to carry out urban regeneration as an effort to restore the function of urban services that have declined or damaged due to failure in urban spatial planning. The carrying capacity of Jakarta that has exceeded the limit,  requires revitalization efforts in the form of urban regeneration. Urban  regenerationisachangeinthestructureandservicenetwork system for the basic needs of urban society. Urban regeneration is a form of restructuring of urbans patial plans to restore the function of urban services that have been detrimental to society and degrade environmental quality.

Keywords:Moving Capital,Urban Regeneration

A.Pendahuluan

Mengenal Jakarta dari masa lalu hingga saat ini mutlak diketahui untuk memahami bagaimana kota ini direncanakan,diketahui permasalahannya serta ditemukan solusi dari problematika yang dihadapi. Jakarta merupakan kota yang menarik untuk dipelajari karena menjadi bahan pembelajaran bagaimana proses penataan ruang dilakukan untuk menciptakankotayang nyaman,produktif danberkelanjutan.

Perkembangan suatu kota dapat ditelusuri dari fungsi dan perannya . Jakarta dimasa lalu adalah kota terdepan didalam pemanfaatan ruang dibanding kota-kota lain di tanah air. Pelabuhan Sunda Kelapa adalah situs terpenting bagi sejarah Jakarta karena menjadi pelabuhan penting di Asia pada tiga abad lebih. Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta setelah Fatahillah menang melawan Portugis pada tahun 1527. Pada tahun 1618 Jayakarta beralih menjadiBataviaseiring dengan masuknya VOC dan penjajah Belanda. Seabad kemudian Batavia semakin berkembang dan terintegrasi pengembangan dengan wilayahsekitarnya.

Struktur ruang kota dikembangkan dengan membangun jaringan kereta api yang menghubungkan bagian barat Batavia dengan wilayah Tangerang dan Serpong. Selanjutnya ke arah barat daya menuju Selat Sunda dan Selatan ke arah Bogor serta Bandung. Pengembangan kemudian diperluas kearah Timur menuju Bekasi dan Cirebon[1]. Pembangunan jaringan kereta api ke wilayah sekitarnya  bertujuan memperkuat peran Batavia sebagai pusat perdagangan  dan pelabuhan sekaligus “ibukota” bagi pemerintahan Kolonial Belanda. Posisi Batavia semakin diperkuat setelah proklamasi kemerdekaan ketika namanya berubah menjadi Jakarta dan ditetapkan sebagaiIbukota Negara Indonesia. Pada awal tahun 1950-an Jakarta menghadapi dilema transformasi sosial. Tekanan urbanisasi meningkat akibat gejolak dari sisa perang kemerdekaan dan membuat penduduknya bertambah mencapai 1,5 juta jiwa. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari tahun 1945. Pada tahun 1961 pertambahan penduduknya mencapai 2,9 juta dan menjadikan Jakarta sebagai kota besar dunia dari aspek kepadatan penduduk. Jakartamerupakan kota metropolitan pertama di Indonesia, jumlah penduduknya semakin meningkat pada tahun 1971 mencapai 4,6juta jiwa dengan laju pertumbuhan mencapai 4,58persen. Sepuluh tahun berikutnya, jumlah penduduk semakin bertambah menjadi 6,5 juta jiwa, dengan pertumbuhan 4,02 persen pertahun. Peningkatan jumlah penduduk tahun 1990 bertambah menjadi 8,3 juta jiwa. Selama periode 1960-1980 angka pertumbuhan penduduk diatas 4 persen dan pada periode 1980-1990 pertumbuhan penduduk pertahunnya sebesar 2,41 persen. Pada periode ini jumlah penduduk mengalami penurunan dibandingkan periode sepuluh tahun sebelumnya. Begitupun juga pada kurun waktu1990-2000 pertumbuhan penduduk DKI Jakarta mengalami penurunan seiring, 2006, dengan tumbuh kembangnya kota-kota baru disekitarnya. Berdasarkan data BPS tahun 2020 jumlah penduduk Jakarta diproyeksikan berjumlah10,57jutajiwa. Seiring dengan berjalannya waktu, kota-kota di sekitar Jakarta seperti Bekasi,Tangerang ,Tangerang Selatan dan Depok juga tumbuh dan berkembang pesat. Hal ini terjadi karena pertumbuhan Jakarta, dimana penduduk dan kegiatankegiatan sosial ekonomi telah mulai bergeser ke kota-kota sekitarnya, karena ketersediaan lahan dan perkembangan jaringan transportasi. Menurut studi UNFPA (2015), pada tahun 2010 disekitar Jakarta telah terbangun sekitar 27 kawasan permukiman baru (kota baru) yang menampung kebutuhan permukiman penduduk yang sudah tidak tertampung di Jakarta. Permukiman baru berperanuntukmenampungpekerjayang sudah tidak tertampung di Jakarta karena keterbatasan lahan,tingginya harga lahan dan kepadatan yang tinggi sehingga sukar untuk memperoleh perumahan yang layak huni, sanitasi dan air bersih serta ruang-ruang terbuka.

B. Dinamika Master PlanJakarta

Master Plan pertama untuk Jakarta pada awal kemerdekaan disiapkan tahun 1952 dengan membentuk struktur ruang baru dengan pembangunan jalan melingkar (ring road) sebagai batas pertumbuhan kota. Jaringan jalan ini dikelilingi oleh Green Belt mengikuti prinsip Garden City Ebenezer Howard2. Tetapi dalam prakteknya konsep ini tidak pernah terealisasi seiring dengan perkembangan kota dan bertambahnya penduduk. Perkembangan kota ini akibat berbagai permasalahan didaerah semasa transisi paska kemerdekaan dan mendorongjumlahurbanisasiyangmasuk dari berbagaiwilayah.

Master Plan kedua disusun dalam bentuk Rencana Induk Djakarta 19651985 pada tahun 1967. Perencanaan pembangunan kota dimulai dengan mengatur  pertambahan  penduduk  melalui  kebijakan pengendalian urbanisasi. Untuk mempertahankan daya tampung kota, Gubernur Ali Sadikin memutuskan Jakarta sebagai kota tertutup bagi pendatang. Dasar kebijakan gubernur adalah Rencana Induk Djakarta 1965-1985 yang merencanakan daya tampung Jakarta adalah untuk 5 juta penduduk. Perhitungan ini didasarkan kapasistas ideal dan kemampuan kota dalam memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana dasarperkotaan. Setelah dokumen kedua Rencana IndukDjakarta1965-1985,Jakartakembali melakukan penyusunan rencana kota ketiga berupa RUTR1985-2005.Rencana ini kemudian direvisi dan diganti kembali dengan Master Plan keempat RTRW 20002010 dan terakhir adalah RTRW Jakarta 2010-2030.Padamasterplankeempatdan kelima kebijakanreklamasi mulai diadopsi untuk menjawab kebutuhan investasi dan penataan wilayah pesisir utara Jakarta. Dinamika konflik kepentingan yang tinggi membuat rencana reklamasi menjadi konflik tataruang yang paling kontroversi dalamsejarahpembangunanJakarta.Masa waktu perencanaan kota lamanya adalah 20 tahun, tetapi akan selalu mengalami revisi setiap lima tahun atau disesuaikan dengandinamika pertumbuhan kota. Perubahan demi perubahan rencana tataruang Jakartaternyatatidaksignifikan membawakondisikotasemakinlebihbaik. Tekanan terbesar terhadap rencana tata ruang kota adalah krisis Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pada Rencana Induk Djakarta 1965-1985 kota ini masih memiliki RTH sebesar37,2persen(241,8km2).Kemudian pada rencana tata ruang selanjutnya semakin menyusut menjadi 25,85 persen (169,65 km2) pada tahun1985.[2]Pada tahun 2000 menjadititikpaling rendah terhadap penurun RTH yaitu 13,9 persen. Kondisi ini semakin lebih kritis dengan semakin menyusutnya RTH yang mencapai 9,98 persen pada tahun2010.

C. Konflik Ruang Antara Manusia  dan Air

Salah satu kendala Jakarta untuk menciptakan kota yang layak huni adalah masalah banjir. Bencana banjir adalah bencana yang melekat pada kondisi fisik Jakartahingga kedepan. Jakarta adalah kota yang tidak pernah direncanakan sebagai pusat pemerintah kalau tidak didukung oleh fungsi utama sebagai pusat perdagangan dan ekonomilainnya. Pilihan menjadikan sebagai ibukota negara setelah perang kemerdekaan adalah pilihan sejarah. Penetapan sebagai ibukota negara sekaligus melekatkan pewarisan kegagalan perencanaan kota sejakmasaHindiaBelanda.

Letak geografis kota di wilayah hilir dari 13 aliran sungai di Jabodetabek menjadi anugrah sekaligus bencana untuk Jakarta. Menurut Restu Gunawan, terdapat faktor Siklus Fisiografi yang mempengaruhi kondisi hidrologi suatu kota, meliputi geomorfologi, klimatologi dan hidrologi. Seringnyake jadian banjir pada suatu wilayah adalah gabungan dari tiga komponen tersebut. Wilayah Jakarta adalah dataran rendah yang pembentukan wilayahnya di sepanjang pantai Teluk Jakarta dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, di muara sungai pembentukan lahan pantai baru sangat cepat karena sendimentasinya tinggi. Proses sendimentasi yang berlangsung bertahun-tahun mengakibatkan terbentuknya dataran Jakarta semakin melebar.Dua sungai besar Sungai Citarum dan Sungai Cisadane memberikan kontribusi besar pada pembentukan dataran di Teluk Jakarta. Letak kota yang berada di muara sungai menjadikan wilayah Jakarta sebagai dataran banjir disebabkan faktor rob atau sendimentasi.

Kedua, pengaruh intensitas curah  hujan yang tinggi memiliki peran besar untuk mempercepat proses terjadi penggerusan tanah disepanjang aliran sungai dari wilayah hulu hingga hilir sehingga membuat proses sendimentasi semakin cepat terjadi. Dua faktor ini bersinergi membentuk ruang kota pada dataran aluvial dan memiliki potensi sendimentasi yang tinggi pada setiap alur sungainya. Sendimentasi membuat aliran sungai semakin dangkal sehingga pada saat musim hujan potensi terjadinya banjir sangat mungkin terjadi.

Pembangunan yang dilaksanakan hingga saat ini telah mengubah secara cepat ekosistem alami menjadi ekosistem buatan. Perubahan ini dimulai ketika pembangunan fisik semakin meningkat pada awal tahun 1970-an. Perubahan bentang alami sangat cepat terjadi di wilayah utaraJakarta.Luas kawasan tanah basah (wet land) dan badan air di Jakarta Utarapadatahun 1970-anadalah2.620,22 hektar. Pada tahun 1980-an, kawasan wetland berkurang menjadi 2.343,55 hektar dan pada tahun 1990-an lahantersebut semakin berkurang lagi tinggal 698,23 hektar. Pesatnya perubahan ekosistem tanah basah (wet land) dan badan air di Jakarta Utara menjadi zona bisnis perdagangan dan permukiman semakin menggerus bentang alami kota menjadi kawasan terbangun.

Pengurangan luas tanah basah yang sesungguhnya unavailable untuk penggunaan bangunan karena berfungsi sebagai “rumah air” pada musim hujan mengakibatkan menyusutnya luas dan jumlah lokasi tampungan air (water retention)pada waktu banjir. Sedangkan pengurangan luas penggunaan tanah pertanian dan ruang terbuka mengakibatkan menurunnya kemampuan peresapan atau infiltrasi air ke tanah. Sudah banyak disebutkan oleh para pakar terjadi paradoks didalam pembangunan Jakarta antara ruang untuk tempat tinggal penduduk dan ruang air sebagai bentang alaminya. Konflik kebutuhan ini mengakibatkan pengurangan ketersediaan ruang air dan meningkatkan potensibanjir. Banjir yang terjadidi Jakarta dan daerah-daerah lainnya di  Indonesia  mencerminkan paradoks tersebut.  Konflik kepentingan dan kebutuhan antara man versus water, konflik ruang terbangun versus ruang terbuka hijau, konflik tata ruang bangunan versus tata ruang air.Peningkatan ruang terbangun menyebabkan pengurangan ruang terbuka hijau yang  besar terutama  didaerah sepanjang aliran sungai,  situ-situ dan daerah resapan semakin mempertegas ada konflik kepentingan  ruangantaramanusiadanair. Selain permasalahan banjir konflik antara manusia dan air meluas pada hubungan kebutuhan air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Hingga saat ini kemampuan pihak PDAM hanya mampu melayani sebesar 60 persen rumah tangga Jakarta (PamJaya,2018). Sementara sisanya 40 persen rumah tangga menggunakan sumurbor. Untuk memenuhi kebutuhan air  minum lainnya 72,31 persen warga membeli air minum  kemasan (2016). Sementara eksploitasi air tanah untuk kepentingan industri dan komersial lainnya  mengakibatkan terjadinya  penurunan permukaan tanah (land subsidence). Sebagai akibat penggunaan sumur bor, penurunan muka air tanah didaerah utara Jakarta rata-rata 7,5-10 cm/tahun. Sementara tingkat penurunan tanah yang terjadi sudah mencapai 3510 cm (2007-2017) dimana titik terparah berada di wilayah Cengkareng, sebesar 69 cm dan Penjaringan (Pluit) sebesar 94 cm. Semakin meluasnya wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah berdampak pada potensi genangan dan banjir. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hubungan korelasi antara wilayah yang mengalami penurunan tanah dengan lamanya waktu genangan dan banjirpadasetiapmusimpenghujan.

D.DayaDukung &Tampung Terlampaui

Beban  ibukota negara semakin bertambah  berat karena peningkatan peran dan fungsinya.Jakarta memiliki beban multi kompleks dengan keberagaman fungsi. Kota metropolitan ini menjadi jantung pergerakan sosial, ekonomi,budaya,industri,jasa perusahaan dan jasa keuangan nasional. Sebagai pusat administrasipemerintahandan pertahanan sektor ini memberikan sumbangan 49 persen terhadap PDB nasional. Pusat Jasa Perdagangan memberikan sumbangan 20 persen, Pusat Jasa Keuangan memberikan 45 persen,Pusat JasaPerusahaan sebesar 68 persen, Pusat jasa pendidikan 27 persen dan Pusat Jasa Industri Pengolahan memberikan 10 persen terhadap PDB Nasional5. Ibukota, Daya tarik sebagai pusat kegiatan nasional  mendorong peningkatan  mobilitas  penduduk antar wilayah yang semakin meningkat.Saatinilebih  dari tiga juta komuter  bergerak setiaphari dari luar  Jakarta.  Rata-rata  waktu  tempuh komuter (commuting  time) 2-3 jam/trip  atau 4-6   jam/roundtrip. Menurut Badan Pengelola  Transportasi Jabodetabek (BPTJ) tahun 2016 jumlah perjalanan di Jakarta  sebanyak 45,5 juta. Angka perjalanan  ini semakin meningkat menjadi 88 juta  pada 2018 dan diperkirakan pada tahun  2020 telah mencapai 100 juta. Mobilitas  perjalanan tidak efektif dan efisien dari  sisi waktu dan biaya karena road ratio  (perbandingan panjang jalan dengan luas  wilayah) di Jakarta hanya 6,2 persen dari  luaswilayah(idealnya 15 persen). Dampak dari meningkatnya jumlah perjalanan berimplikasi pada semakin parahnya kemacetan.Lembaga pemantau kemacetan lalu lintas dari Inggris,TomTom Index[3]menempatkan Jakarta di peringkat 10dari 416 negara didunia dengan tingkat kemacetan 53 persen selama tahun 2019. Menurut hasil survey puncak kemacetan terjadi di pagi hari pada setiap hari Senin antara jam07.00 sampai dengan jam08.00. Tingkat kemacetan pada jam tersebut mencapai 65 persen. Sedangkan puncak kemacetansore hari untuk hari kerja terjadi pada setiap hari Jumat antara jam 17.00-18.00 dengan tingkat kemacetan mencapai 98 persen. Hari Jumat sore merupakan waktu terburuk selama  sepekan. Jika  ditotal  selama setahun, waktu yang hilang selama jam sibuk bisa mencapai 174 jam.Sementara hasil  survey dari Pantazi (2015) Jakarta memiliki kinerja kemacetan (Gridlocks)  terburuk  dengan   rata-rata 33.240 stop-start Index sehingga menyebabkan komunikasidan koordinasi antar kementerian dan lembaga tidak efektif. Hampir semua pejabat negara/ kementeriaan selalu membutuhkan jasa pengawalan untuk menembus kemacetan di Jakarta. Implikasi dari kemacetan membawa efek pada peningkatan kualitas udara semakin memburuk. Hasil survey pada bulan Agustus 2019 dari Data Airvisual menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Menurut hasil penelitian dari Komite Penghapusan Timbal terdapat 6 sumber utama penyebab dari semakin buruknya udara di Jakarta. Sektor industri menyumbang sekitar 22 persen polusi udara dari rumah tangga 11 persen, lalu debu jalanan 17 persen, pembakaran sampah 5 persen, proses konstruksi gedung dan lain-lain,sumbang 4 persen. Adapun biang utama penyebab polusi udara di Jakarta adalah akibat asap kendaraan bermotor. Sekitar 47 persen partikel debu 10 mikron disumbang oleh  mobil maupunmotor[4].

Akibat kemacetan berimplikasi pada resiko kerugian secara ekonomi. Data jumlah kerugian dari PUSTRALUGM (2013) mencapai Rp56 triliun/tahun menjadi Rp65 triliun/tahun (World Bank 2017) dan menjadi Rp100 triliun pada tahun 2019. Jumlahkerugian terbesar disumbangkan dari biaya operasional kendaraan bermotor  sebesar  Rp40  triliun  dan Rp 60   triliun merupakan kerugian waktu perjalanan  (JUTPI  2). Keterlambatan akibat kemacetan membuat biayalogistik jadi meningkat dan membutuhkan waktu yang lama untuk deliver barang. Pengiriman logistik yang seharusnya dalam satu hari bisa lima kali pengiriman barang, karena macet menjadi tiga atau empat kali. Kemacetan juga membuat para pekerja menjadi terlalu lama di jalan saat berangkat dari rumah ke tempat kerja. Kondisi ini akan mengganggu produktivitas mereka karena kehabisan banyak waktu hingga tenaga. Diluar sektor transportasi,permasalahan lain yang menjadi beban Jakarta adalah perumahan dan permukiman. Rumah layak huni semakin sulit terjangkau oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Tinggi dan mahalnya harga tanah membuat masalah perumahan dan permukiman di Jakarta menjadi beban tersendiri bagi sekelompok masyarakat. Kemiskinanberimplikasipadapeningkatan jumlah permukiman kumuh. Mahalnya harga rumah dan semakin terbatasnya lahan untuk perumahan membuat pilihan sulit bagi kelompok miskin perkotaan. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang bersama Bank Dunia menetapkan 49 persen dari 267 jumlah kelurahan di Jakarta, sebanyak 118 kelurahan memiliki kawasan kumuh. Kawasan kumuh pada umumnya berada pada daerah tidak bertuan seperti bantaran sungai, tepian wadukataupesisirpantai.Kawasankumuh paling banyak terdapat di wilayah Jakarta Utara (39persen),Jakarta Barat (28persen), Jakarta Selatan (19 persen), Jakarta Timur (12 persen),JakartaPusat (11 persen),dan Kepulauan Seribu (1persen)8. Kekumuhan kawasan semakin rawan dengan masalah kesehatan dan sanitasi karena minimnya prasaranadansarana utilitas perkotaan. Dari hasil evaluasi terhadap  penyelenggaraan penataan ruang, terdapat indikasi penyimpangan (deviasi) dalam implementasi kebijakan. Salah satu penyebab penyimpangan adalah belum bersinerginya kebijakan penataan ruang (spatialplan) dengan rencana pembangunan (development plan). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) seharusnya menjadiacuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menenengah Daerah (RPJMD). Kebijakan tata ruang sering berubah akibat berbagai kepentingan dan tidak didukung dengan program dan anggaran yang memadai.Kebijakan penataan ruang sering dianggap sebagai penghambat investasi. Lemahnya penegakan hukum dan tidak maksimalnya pengendalian tata ruang menjadi salah satu indikasi mengapa Jakarta berkembang seperti tanpa arahdanmengikutidinamika pasar.

E. Jakarta ‘UrbanRegeneration?”

Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur menjadi bahan perdebatan antara yang pro dan kontra. Rencana pemindahan semakin dikritisi ditengah pandemi Covid-19 atau Virus Corona yang melanda dunia. Pandemi Corona telah membuat ekonomi global

mengalami guncangan hebat dan menunggu kepastian ditengah harapan penyakit berbahaya ini akan diatasi. Secara langsung dan tidak langsung guncangan ekonomi global berpengaruh terhadappertumbuhanekonominasional. Implikasinya adalah berapa besar kemampuan ekonomi nasional dapat mewujudkan rencana ini sesuai dengan target yang telahditetapkan?

Ditengah ketidakpastian rencana pemindahanibukotadijalankanatautidak, maka tetap dibutuhkan suatu skenario pembangunan Jakarta kedepan? Pilihan pindah atau tidak pindahnya ibukota negara, Jakarta harus tetap ditata ulang. Gagasan intinya adalah mengembalikan fungsi dan peran kota untuk mampu meningkatkan kualitas layanannya menjadi kota layak huni. Pertimbangan 

pemindahan ibukota saat ini lebih disebabkan kondisi internal Jakarta sudah tidak layak lagi. Maka dibutuhkan suatu konsep untuk melakukan urban regeneration sebagai jawaban atas permasalahan yangterjadi

Konsep urban regeneration adalah suatu gagasan sebagai solusi strategis jangka panjang untuk menata Jakarta dan sekitarnya. Gagasan ini disampaikan kepada Gubernur Anies Baswedan oleh Presiden Jokowi sebagai strategi pembangunan kota dalam tiga tahap, jangka pendek, menengah, dan panjang9. Melalui gagasan inidiharapkan pada akhir tahun 2030 Jakarta akan menjadi pusat perekonomian Indonesia. Gagasan urban regenerationdimaksudkansebagaikonsep pembangunan kembali Jakarta untuk menata layanan transportasi, pemerataan air bersih hingga sosial, ekonomi dan budaya. Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur tidak akan membuat pembangunan di Jakarta otomatis berhenti bahkan diupayakan akan lebih dipercepat.

Peter Roberts10 menjelaskan urgan regeneration adalah visi dan tindakan yang komprehensif dan terintegrasi  yang mengarah pada resolusi masalah perkotaan. Tujuannya adalah untuk melakukan perbaikan berkelanjutan terhadapkondisiekonomi,fisik,sosial,dan lingkungan disuatu kota/kawasan yang akan ditata ulang.Urban regeneration adalah bentuk intervensi untuk  menuntaskan permasalahan diperkotaan yang fokus pada penyelesaian masalah yang dianggap penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Harapan yang ingin dicapai adalah memperbaiki standar kualitas perkotaan untuk saat ini dan kedepan.

Prinsip  urban regeneration yang  terpenting  adalah kebutuhan untuk  menetapkan  tujuan pembangunan  perkotaan yang jelas dan terukur. Urban regeneration adalah cara untuk memecahkan masalah perkotaan seperti untuk penyediaan kawasan perumahan, penyediaan ruang publik dan terbuka hijau, peningkatan sarana dan prasarana transportasi dan utilitas sanitasi. Urban regeneration identik dengan rehabilitasi perkotaan atau revitalisasi kota (urban renewal).

Untuk menyusun rencana strategis urban regeneration dalam jangka pendek, menengah dan panjang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas telah merencanakan anggaran sebesar Rp 571 triliun untuk memperbaiki dan menata ulang lima permasalahan penting di Jakarta. Meliputi pengelolaan air bersih, pengelolaan transportasi, pengelolaan air limbah dan sampah, pengendalian banjir dan pasokan air serta penyediaan permukiman. Rencana implementasi urban regeneration untuk jangka pendek, menengah dan panjang memerlukan tahapan yang terstruktur dan sistematis agar implementasinya tidak mengalami kegagalan. Skenario implementasi harus seiring dengan pentahapanrencanapemindahan yang telah ditetapkan.Mengingat rencana pemindahan adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan rencana pemindahan ASN dan keluarganya sebesar 1,5juta jiwa. Maka skenarionya adalah memanfaatkan peluang pengurangan beban Jakarta ketika sebagian dari aktifitas Kementerian dan Lembaga Negara lainnya sudah berpindah. Upaya penataan kota dapat dimulai dari kawasan yangditinggalkan atau memanfaatkan pola kerjasama  dengan pihak swasta dan masyarakat.

Tahapan rencana urban regeneration yang disusun Bappenas dibagi pada fase jangka pendek  2019-2022, fase jangka menengah 2022-2025 dan fase jangka panjang 2025-2030. Fase sepuluh tahun masa perencanaan urban generation sangat tergantung kepada situasi dan dinamika pembangunan ekonomi nasional dan global. Setiap rencana kegiatan merupakan integrasi dari berbagai rencana stakeholder yang sumber pembiayaannya berasal dari APBN, APBD, obligasi/pinjaman daerah dan pendanaanswasta (KPBU).

Konsep yang digagas melalui urban regeneration adalah wujud restrukturisasi dari Rencana TataRuang Wilayah (RTRW) Jakarta. Pengembangan jaringan transportasi menjadi tulang punggung perubahan karena terkait dengan upaya mengurangi tingkat kerugian yang sudah mencapai Rp100 triliun lebih akibat kemacetan.Transportasimasaldiharapkan mampu menjadi pembentuk perilaku baru sehingga target mobilitas penduduk menggunakan 60 persenangkutan umum didalam RTRW Jakarta 2010-2030 dan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ)2018 dapattercapai. Gagasan lain terkait sektor transportasi adalah      membangun kerjasama atau konsorsium pengelolaan transportasi Jabodetabek yang dikelola badan usaha bersama antar daerah. Integrasi pembangunan jaringan transportasi antar wilayah di Jabodetabek saat ini terkendala batas administrasi dan kewenangan otoritas wilayah (Pusat,Provinsi,Kabupaten& Kota). Pembangunan jaringan MRT hinggaStasiun Lebak Bulus membuktikan adanya kendala otoritas disetiap wilayah. Gagasan yang diusulkan adalah membentuk pola pengelolaan kerjasama transportasi di wilayah metropolitan Jabodetabek dengan mengadopsi New York Transportation Authority.Melalui pola adopsi ini diharapkan di kawasan Jakarta dan sekitarnya terbentuk Jabodetabek Transportation Authority. Pembentukan ini menjadi awal sinergi dan integrasi sistem jaringan transportasi antar wilayah sehingga mampu mengurangi kemacetan dan penghematan biaya perjalanan. Pola hubungan kerjasamaini diharapkan menjadi basis perubahan dalam pengelolaan yang berjalan selama ini. Pola kerjasama secara terpadu antar wilayah pernah digagas dalam bentuk Rancangan Undang-undang Pengelolaan Terpadu Jabodetabek oleh DPD RIpada tahun 2013. Lingkup kerjasama antar wilayah ini tidak jauh berbeda dengan pendekatan urban regeneration meliputi, pengelolaan terpadu dibidang penataan ruang, transportasi, sumber daya air, lingkungan dan permukiman. Kelima bidang ini memiliki hubungan simetris yang saling mengikat karena berbasis pendekatan ecoregion. Rancangan undang-undang tidak mendapat  dukungan  karena  penyelenggaraan  otonomi daerah tidak mengenal adanya desentralisasi fungsional atau penyerahan urusan pemerintah ke badan fungsional. Urusan penyelenggaran pemerintahan diatur dalam kewenangan desentralisasi teritorial sehingga dibutuhkan suatu badan usaha sebagai solusi hambatan administrasi antar wilayah. Pola kebijakan seperti ini pernah dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2011 Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-DepokTangerang-Bekasi. Realisasi Perpres No.83 Tahun 2011 terwujud dengan perubahan layanan keretaapi komuter yangsemakin baik dengan jumlah penumpang  mencapai 1,2 juta penumpang perhari.

A. Penutup

Rencana pemindahan ibukota tidak mengakhiri proses pembangunan di Jakarta, tetapi menjadi peluang dan kesempatan untuk melakukan urban regeneration. Kebijakan ini menjadi dasar untuk melakukan restrukturisasi rencana tataruangdenganmelakukanperombakan pada sistemjaringandan sistempelayanan kota.Urban regenerationjuga menjadi

 

DaftarPustaka

Metropolitan di Indonesia, Kenyataan dan Tantangan Dalam Penataan Ruang,

DirektoratJenderalPenataanRuangDepartemenPekerjaanUmum,2006

Paparan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, Dialog

NasionalIPemindahanIbukotaNegara,Bappenas16Mei 2019

Paparan Rencana Pemindahan Ibukota Negara, Yayat Supriatna, Dialog Nasional I  PemindahanIbukotaNegara,Bappenas16Mei2019.
Paparan Kajian Kelayakan Pemilihan Lokasi Ibukota Negara, Kementerian Perencanaan  PembangunanNasional,UniversitasTrisakti,22Nopember2019.
Paparan Kajian Pembangunan Sosial Ibukota Baru, Yayat Supriatna, Dialog Nasional 7 

PemindahanIbukotaNegara,UniversitasIndonesia,25Februari2020

Paparan Direktorat Pengairan & Irigasi Bappenas, Penyebab Banjir Di Jakarta, Januari 2020
PeterRobertsandHugh Skyes,UrbanRegeneration A HandBook,SAGE2008
Restu Gunawan,Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian banjir Jakarta dari masa ke  masa, Penerbit BukuKompas,2010
RobetJKodoatie&RoestamSyarief,TataRuangAir, PenerbitANDIYogyakarta,2010
URDI, Pembangunan Kota Indonesia, Bunga Rampai dari Perencanaan ke Pelaksanaan 

PembangunanPerkotaandiIndonesia,2015

Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, Wajah Penataan Ruang Kawasan Metropolitan,2006
PerpresNo.54/2008RencanaTataRuangWilayahJabodetabek
https://sains.kompas.com/2019/06/27/jakarta-masih-kekurangan-ruang-terbukahijau
iNews.id.27/08/2019,IbukotaPindahkeKaltim.
https://megapolitan.kompas.com/2019/05/27//kementerian-atrbpn-hampir-50persen-wilayah-jakarta-kumuh
Gatra.com,23 Agutus 2019 KPBB: Pemindahan Ibu Kota Berpeluang Perbaiki Kualitas  UdaraJakarta
https://www.kompas.com/2020/01/31//survei-2019-jakarta-masuk-peringkat-10kota-termacet-di-dunia?
https://sains.kompas.com/2019/06/27/jakarta-masih-kekurangan-ruang-terbukahijau

Kunjungan BERSAMA. Pada Rabu 24 Juli2019 bertempat di ruang rapat utama

Badan KesatuanBangsa dan PolitikProvinsiDKI Jakarta,SekretarisBadan Kesbangpol

ProvinsiDKI JakartaEntisSutisnaselakuPlt.KepalaBidangKewaspadaanmenerima kunjunganBadanKerjasamaSosialUsahaPembinaanWargaTama(BERSAMA).

Menangani Imigran.BadanKesatuanBangsa danPolitik(Kesbangpol)DKI Jakarta  bersama InternationalOrganization forMigration(IOM)menggelar pertemuan dengan perwakilan imigran di kantor Camat Kalideres, Jakarta Barat, Kamis (18/7/2019). 

Pertemuan tersebut dilakukan guna menindaklanjuti nasib dari para imigran yang  ditempatkansementaradigedung kosong,kompleksDaan Mogot Baru,JalanBedugul, 

Kalideres, JakartaBarat.

JurnalDEMOKRASI

Kesbangpol DKIJakarta

BiodotaPenulis

Yayat Supriatna, lahir di Medan, 14

Juni 1965. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Universitas Padjadjaran Bandung (1989), Pascasarjana (S2) Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planalogi) Institut Teknologi Bandung, (1993), dan Pascasarjana (S3) Sosiologi Universitas Indonesia, Jakarta (2014). Yayat juga mendapat pendidikan tambahan berupa pelatihan bidang Perencanaan

Perkotaan pada Institute for Housing and Urban Development Studies (HIS) Rotterdam, Belanda (1995). Riwayat pekerjaannya antara lain Staf Pengajar Jurusan Teknik Universitas Trisakti Jakarta, PenelitiPusat

Penelitian dan Perencanaan Wilayah, P4W, Institut Pertanian Bogor, Ketua Bidang Pengkajian dan Perencana Ikatan Ahli Perencana Pembangunan Pusat (2007-2011), Ketua Tim Percepatan Program

Prioritas Pembangunan (TP4) Bogor, Anggota Komite Perencanaan Kabupaten Bogor, Anggota Dewan Transportasi Bekasi, Tim Advisory PT Kereta Api Indonesia, Narasumber pada Kementerian

Perhubungan, Pekerjaan Umum       dan Perumahan Rakyat, dan

Dewan EksekutifHabitat.

Dinamika KesbangpolDKI

Penghargaan IDI. Kepala Bakesbangpol DKI Taufan Bakri mewakili Gubernur DKI 

Jakarta Anies Baswedan menerima Piagam Penghargaan dari Sekretaris Menteri 

Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM sebagai daerah dengan nilai Indeks 

DemokrasiIndonesia (IDI)terbaikdari34ProvinsidiIndonesia diSariPanPacifikHotel  Jakarta, Kamis, 26 September2019.

Dialog pengungsi.PadahariKamis,10Oktober2019bertempatdiKantorUNHCR 

KebonSirihJakartaPusat,KepalaBidangKewaspadaanTriAgung,berdialogdenganpara  pengungsiyangmemenuhihalamangedungperwakilanUNHCRdiGrahaRavindo.

BazarUMKM. PadaSenin,18November2019bertempatdiBalaiPertemuanBlokG 

Balaikota, Kepala Bakesbangpol Provinsi DKI Jakarta Taufan Bakri membuka Kegiatan 

BazarUsahaMikroKecildanMenengah(UMKM)dalamMiladBrigadeJawaraBetawi411.

 Kesbangpol DKIJakarta

Dinamika KesbangpolDKI

Audiensi. KepalaBadanKesatuanBangsa danPolitikTaufanBakrimenerimaaudiensi  pengurus Perkumpulan Partuha Maulana Simalungun di Kantor Badan Kesatuan  Bangsa danPolitikProvinsiDKIJakarta,Selasa,25Februari2020.

PelantikanAntiPena. Pelantikan Dewan PimpinanWilayahAntiPena DKI Jakarta, 

Kamis,12Februari2020.Dihadiri KepalaBakesbangpol DKI JakartaTaufanBakridan  pesertalainnya.

 Kesbangpol DKIJakarta

 

[1] Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, Metropolitan di Indonesia,

Kenyataan dan Tantangan dalam PenataanRuang,

[2] https://sains.kompas.com/2019/06/27/jakartamasih-kekurangan-ruang-terbuka-hijau

[3] https://www.kompas.com/2020/01/31//survei2019-jakarta-masuk-peringkat-10-kota-termacetdi-dunia?

[4] Gatra.com, 23 Agustus 2019 KPBB: Pemindahan Ibu

Kota Berpeluang Perbaiki Kualitas Udara Jakarta

Bulan Oktober 2020

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta

Tata RuangJakarta

Paska Pindah Ibukota ke KalimantanTimur

YayatSupriatna

Dosen PerencanaKotaUniversitasTrisakti

Abstraksi

Pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur tidak mengakhiri  pembangunan di Jakarta. Pemindahan menjadi peluang untuk melakukan 

urbanregenerationsebagaiupayauntukmengembalikanfungsipelayanan  perkotaan yang telah mengalami penurunan atau kerusakan akibat 

kegagalan dalam penataan ruang kota. Daya tampung dan daya dukung 

Jakartayangtelahmelampauibatasmembutuhkan upayarevitalisasidalam  bentukurbanregeneration.Urbanregenerationadalahperubahan struktur  dan sistem jaringan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat kota. Urban  regeneration merupakan bentuk restrukturisasi dari rencana tata ruang 

kotauntukmengembalikan fungsilayananperkotaanyangselamainitelah  merugikan masyarakat dan menurunkan kualitaslingkungan.

KataKunci:PemindahanIbukota,UrbanRegeneration

Abstract

The relocation of the capital to East Kalimantan will not end urban  development in Jakarta. The replacement will becomes an opportunity to 

carry out urban regeneration as an effort to restore the function of urban services that have declined or damaged due to failure in urban spatial 

planning. The carrying capacity of Jakarta that has exceeded the limit,  requires revitalization efforts in the form of urban regeneration. Urban 

regenerationisachangeinthestructureandservicenetworksystemforthe  basicneedsofurbansociety.Urbanregenerationisaformofrestructuringof 

urbanspatialplanstorestorethefunction ofurbanservicesthathavebeen  detrimentaltosocietyanddegradeenvironmentalquality.

Keywords:MovingCapital,UrbanRegeneration

 

A.Pendahuluan

Mengenal Jakarta dari masa lalu hingga saat ini mutlak diketahui untuk memahami bagaimana kota ini direncanakan,diketahui permasalahannya serta ditemukan solusi dari problematika yang dihadapi. Jakarta merupakan kota yang menarik untuk dipelajari karena menjadi bahan pembelajaran bagaimana proses penataan ruang dilakukan untuk menciptakankotayang nyaman,produktif danberkelanjutan.

Perkembangan suatu kota dapat ditelusuri dari fungsi dan perannya . Jakarta dimasa lalu adalah kota terdepan didalam pemanfaatan ruang dibanding kota-kota lain di tanah air. Pelabuhan Sunda Kelapa adalah situs terpenting bagi sejarah Jakarta karena menjadi pelabuhan penting di Asia pada tiga abad lebih. Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta setelah Fatahillah menang melawan Portugis pada tahun 1527. Pada tahun 1618 Jayakarta beralih menjadiBataviaseiring dengan masuknya VOC dan penjajah Belanda. Seabad kemudian Batavia semakin berkembang dan terintegrasi pengembangan dengan wilayahsekitarnya.

Struktur ruang kota dikembangkan dengan membangun jaringan kereta api yang menghubungkan bagian barat Batavia dengan wilayah Tangerang dan Serpong. Selanjutnya ke arah barat daya menuju Selat Sunda dan Selatan ke arah Bogor serta Bandung. Pengembangan kemudian diperluas kearah Timur menuju Bekasi dan Cirebon[1]. Pembangunan jaringan kereta api ke wilayah sekitarnya  bertujuan memperkuat peran Batavia

sebagai pusat perdagangan  dan pelabuhan sekaligus “ibukota” bagi

pemerintahan Kolonial Belanda. Posisi Batavia semakin diperkuat setelah proklamasi kemerdekaan ketika namanya berubah menjadi Jakarta dan ditetapkan sebagaiIbukota Negara Indonesia.

Pada awal tahun 1950-an Jakarta menghadapi dilema transformasi sosial. Tekanan urbanisasi meningkat akibat gejolak dari sisa perang kemerdekaan dan membuat penduduknya bertambah mencapai 1,5 juta jiwa. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari tahun 1945. Pada tahun 1961 pertambahan penduduknya mencapai 2,9 juta dan menjadikan Jakarta sebagai kota besar dunia dari aspek kepadatan penduduk. Jakartamerupakan kota metropolitan

pertama di Indonesia, jumlah penduduknya semakin meningkat pada tahun1971mencapai4,6jutajiwadengan lajupertumbuhanmencapai 4,58persen.

Sepuluh tahun berikutnya, jumlah penduduk semakin bertambah menjadi 6,5 juta jiwa, dengan pertumbuhan 4,02 persen pertahun. Peningkatan jumlah penduduktahun1990bertambahmenjadi 8,3 juta jiwa. Selama periode 1960-1980 angka pertumbuhan penduduk diatas 4 persen dan pada periode 1980-1990 pertumbuhan penduduk pertahunnya sebesar 2,41 persen. Pada periode ini jumlah penduduk mengalami penurunan dibandingkan periode sepuluh tahun sebelumnya. Begitupun juga pada kurun waktu1990-2000pertumbuhanpenduduk

DKI Jakartamengalami penurunanseiring

, 2006, hal66

dengan tumbuh kembangnya kota-kota baru disekitarnya. Berdasarkan data BPS tahun 2020 jumlah penduduk Jakarta diproyeksikan berjumlah10,57jutajiwa.

Seiring dengan berjalannya waktu, kota-kota di sekitar Jakarta seperti Bekasi,Tangerang ,Tangerang Selatan dan Depok juga tumbuh dan berkembang pesat. Hal ini terjadi karena pertumbuhan Jakarta, dimana penduduk dan kegiatankegiatan sosial ekonomi telah mulai bergeser ke kota-kota sekitarnya, karena ketersediaan lahan dan perkembangan jaringan transportasi. Menurut studi UNFPA (2015), pada tahun 2010 di

sekitarJakartatelah terbangun sekitar

27 kawasan permukiman baru (kota baru) yang menampung kebutuhan permukiman penduduk yang sudah tidak tertampung di Jakarta. Permukiman baru berperanuntukmenampungpekerjayang sudah tidak tertampung di Jakarta karena keterbatasan lahan,tingginya harga lahan dankepadatanyangtinggisehingga sukar untukmemperolehperumahanyanglayak huni, sanitasi dan air bersih serta ruangruangterbuka.

Gambar1.1

Sumber:RTRWilayahJabodetabek2008

B. Dinamika Master PlanJakarta

Master Plan pertama untuk Jakarta pada awal kemerdekaan disiapkan tahun 1952 dengan membentuk struktur ruang baru dengan pembangunan jalan melingkar (ring road) sebagai batas pertumbuhan kota. Jaringan jalan ini dikelilingi oleh Green Belt mengikuti prinsip Garden City Ebenezer Howard2. Tetapi dalam prakteknya konsep ini tidak pernah terealisasi seiring dengan perkembangan kota dan bertambahnya penduduk. Perkembangan kota ini akibat berbagai permasalahan didaerah semasa transisi paska kemerdekaan dan mendorongjumlahurbanisasiyangmasuk dari berbagaiwilayah.

Master Plan kedua disusun dalam bentuk Rencana Induk Djakarta 19651985 pada tahun 1967. Perencanaan pembangunan kota dimulai dengan mengatur  pertambahan  penduduk  melalui  kebijakan pengendalian urbanisasi. Untuk mempertahankan daya tampung kota, Gubernur Ali Sadikin memutuskan Jakarta sebagai kota tertutup bagi pendatang. Dasar kebijakan gubernur adalah Rencana Induk Djakarta 1965-1985 yang merencanakan daya tampung Jakarta adalah untuk 5 juta penduduk. Perhitungan ini didasarkan kapasistas ideal dan kemampuan kota dalam memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana dasarperkotaan.

Setelah dokumen kedua Rencana IndukDjakarta1965-1985,Jakartakembali melakukan penyusunan rencana kota ketiga berupa RUTR1985-2005.Rencana

2 Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, Metropolitan di Indonesia,

Kenyataan dan Tantangan dalam PenataanRuang,

, 2006, hal 66

ini kemudian direvisi dan diganti kembali dengan Master Plan keempat RTRW 20002010 dan terakhir adalah RTRW Jakarta 2010-2030.Padamasterplankeempatdan kelima kebijakanreklamasi mulai diadopsi untuk menjawab kebutuhan investasi dan penataan wilayah pesisir utara Jakarta. Dinamika konflik kepentingan yang tinggi membuat rencana reklamasi menjadi konflik tataruang yang paling kontroversi dalamsejarahpembangunanJakarta.Masa waktu perencanaan kota lamanya adalah 20 tahun, tetapi akan selalu mengalami revisi setiap lima tahun atau disesuaikan dengandinamika pertumbuhan kota.

Perubahan demi perubahan rencana tataruang Jakartaternyatatidaksignifikan membawakondisikotasemakinlebihbaik. Tekanan terbesar terhadap rencana tata ruang kota adalah krisis Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pada Rencana Induk Djakarta 1965-1985 kota ini masih memiliki RTH sebesar37,2persen(241,8km2).Kemudian pada rencana tata ruang selanjutnya semakin menyusut menjadi 25,85 persen (169,65 km2) pada tahun1985.[2]Pada tahun 2000 menjadititikpaling rendah terhadap penurun RTH yaitu 13,9 persen. Kondisi ini semakin lebih kritis dengan semakin menyusutnya RTH yang mencapai 9,98 persen pada tahun2010.

C. Konflik Ruang Antara Manusia  danAir

Salah satu kendala Jakarta untuk menciptakan kota yang layak huni adalah masalah banjir. Bencana banjir adalah bencana yang melekat pada kondisi fisik Jakartahingga kedepan. Jakarta adalah kota yang tidak pernah direncanakan sebagai pusat pemerintah kalau tidak didukung oleh fungsi utama sebagai pusat perdagangan dan ekonomilainnya. Pilihan menjadikan sebagai ibukota negara setelah perang kemerdekaan adalah pilihan sejarah. Penetapan sebagai ibukota negara sekaligus melekatkan pewarisan kegagalan perencanaan kota sejakmasaHindiaBelanda.

Letak geografis kota di wilayah hilir dari 13 aliran sungai di Jabodetabek menjadi anugrah sekaligus bencana untuk Jakarta. Menurut Restu Gunawan4, terdapat faktor Siklus Fisiografi yang mempengaruhi kondisi hidrologi suatu kota, meliputi geomorfologi, klimatologi dan hidrologi. Seringnyake jadian banjir pada suatu wilayah adalah gabungan dari tiga komponentersebut.

Wilayah Jakarta adalah dataran rendah yang pembentukan wilayahnya 

di sepanjang pantai Teluk Jakarta dipengaruhi olehduafaktor.

Pertama,       di       muara sungai pembentukan lahan pantai baru sangat cepat karena          sendimentasinya tinggi. Proses sendimentasi yang berlangsung

bertahun-tahun mengakibatkan terbentuknya dataran Jakarta semakin melebar.DuasungaibesarSungaiCitarum dan Sungai Cisadane memberikan kontribusi besar pada pembentukan dataran di Teluk Jakarta. Letak kota yang berada di muara sungai menjadikan wilayah Jakarta sebagai dataran banjir disebabkan faktorrobatausendimentasi.

4     Restu   Gunawan,   Gagalnya     Sistem     Kanal:

Pengendalian banjir Jakarta dari masa ke masa,

Penerbit Buku Kompas, 2010, hal 5

Kedua, pengaruh intensitas curah  hujan yang tinggi memiliki peran besar

untuk mempercepat proses terjadi penggerusan tanah disepanjang aliran sungai dari wilayah hulu hingga hilir sehingga membuat proses sendimentasi semakin cepat terjadi. Dua faktor ini bersinergi membentuk ruang kota pada dataran aluvial dan memiliki potensi sendimentasi yang tinggi pada setiap alur sungainya. Sendimentasi membuat aliran sungai semakin dangkal sehingga pada saatmusimhujanpotensiterjadinyabanjir sangat mungkinterjadi.

Gambar 1.2

Sumber : PaparanDirektorat Pengairan 

& Irigasi Bappenas,2020

Pembangunan yang dilaksanakan hingga saat ini telah mengubah secara cepat ekosistem alami menjadi ekosistem buatan. Perubahan ini dimulai ketika pembangunan fisik semakin meningkat pada awal tahun 1970-an. Perubahan bentang alami sangat cepat terjadi di wilayah utaraJakarta.Luas kawasan tanah basah (wet land) dan badan air di Jakarta Utarapadatahun 1970-anadalah2.620,22 hektar. Pada tahun 1980-an, kawasan wetland berkurang menjadi 2.343,55 hektar dan pada tahun 1990-an lahantersebut semakin berkurang lagi tinggal 698,23 hektar. Pesatnya perubahan ekosistem tanah basah (wet land) dan badan air di Jakarta Utara menjadi zona bisnis perdagangan dan permukiman semakin menggerus bentang alami kota menjadi kawasan terbangun.

Pengurangan luas tanah basah yang sesungguhnya unavailable untuk penggunaan bangunan karena berfungsi sebagai “rumah air” pada musim hujan mengakibatkan menyusutnya luas dan jumlah lokasi tampungan air (water retention)pada waktu banjir. Sedangkan pengurangan luas penggunaan tanah pertanian dan ruang terbuka mengakibatkan menurunnya kemampuan peresapan atau infiltrasi air ke tanah. Sudah banyak disebutkan oleh para pakar terjadi paradoks didalam pembangunan Jakarta antara ruang untuk tempat tinggal penduduk dan ruang air sebagai bentang alaminya. Konflik kebutuhan

ini mengakibatkan pengurangan ketersediaan ruang air dan meningkatkan potensibanjir.

Banjir yang terjadidi Jakarta dan daerah-daerah lainnya di  Indonesia  mencerminkan paradoks tersebut. 

Konflik kepentingan dan kebutuhan antara man versus water, konflik ruang terbangun versus ruang terbuka hijau, konflik tata ruang bangunan versus tata ruang air.Peningkatan ruang terbangun

menyebabkan pengurangan ruang terbuka hijau yang  besar terutama  didaerah sepanjang aliran sungai,  situ-situ dan daerah resapan semakin mempertegas ada konflik kepentingan  ruangantaramanusiadanair.

Gambar 1.3

Sumber:Robert&RoestamSjarief,Tata  Ruang Air2010

Selain permasalahan banjir konflik antara manusia dan air meluas pada hubungan kebutuhan air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Hingga saat ini kemampuan pihak PDAM hanya mampu melayanisebesar60 persenrumah tangga Jakarta(PamJaya,2018). Sementara

sisanya 40 persen rumah tangga menggunakan sumurbor.

Untuk memenuhi kebutuhan air  minum lainnya 72,31 persen warga membeli air minum  kemasan (2016). Sementara eksploitasi air tanah untuk kepentingan industri dan komersial lainnya  mengakibatkan terjadinya  penurunan permukaan tanah (land subsidence). Sebagai akibat penggunaan sumur bor, penurunan muka air tanah didaerah utara Jakarta rata-rata 7,5-10 cm/tahun. Sementara tingkat penurunan tanah yang terjadi sudah mencapai 3510 cm (2007-2017) dimana titik terparah berada di wilayah Cengkareng, sebesar 69 cm dan Penjaringan (Pluit) sebesar 94 cm. Semakin meluasnya wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah berdampak pada potensi genangan dan banjir. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hubungan korelasi antara wilayah yang mengalami penurunan tanah dengan lamanya waktu genangan dan banjirpadasetiapmusimpenghujan.

Gambar1.4

Sumber:PaparanDirektoratPengairan&  IrigasiBappenas,Januari2020

D.DayaDukung &TampungTerlampaui

Beban  ibukota negara semakin bertambah  berat karena peningkatan peran dan fungsinya.Jakarta memiliki

beban multi kompleks dengan keberagaman fungsi. Kota metropolitan ini menjadi jantung pergerakan sosial, ekonomi,budaya,industri,jasaperusahaan dan jasa keuangan nasional. Sebagai pusat administrasipemerintahandan pertahanan sektor ini memberikan sumbangan 49 persen terhadap PDB nasional. Pusat Jasa Perdagangan memberikan sumbangan 20 persen, Pusat Jasa Keuangan memberikan 45 persen,Pusat JasaPerusahaansebesar

68 persen, Pusat jasa pendidikan 27 persen dan Pusat Jasa Industri Pengolahan memberikan 10 persen terhadap PDB

Nasional5.

5    Paparan  Menteri Perencanaan Pembangunan/ 

      Ketua   Bappenas 2019. Dialog I Pemindahan

Ibukota

Daya tarik sebagai pusat kegiatan nasional  mendorong peningkatan  mobilitas  penduduk antar wilayah yang semakin meningkat.Saatinilebih  dari tiga juta komuter  bergerak setiaphari dari luar  Jakarta.  Rata-rata  waktu  tempuh komuter

(commuting  time) 

2-3 jam/trip  atau

4-6   jam/roundtrip.

Menurut         Badan 

Pengelola  Transportasi

Jabodetabek (BPTJ) tahun 2016 jumlah perjalanan di Jakarta  sebanyak 45,5 juta. Angka perjalanan  ini semakin meningkat menjadi 88 juta  pada 2018 dan diperkirakan pada tahun  2020 telah mencapai 100 juta. Mobilitas  perjalanan tidak efektif dan efisien dari  sisi waktu dan biaya karena road ratio  (perbandingan panjangjalandenganluas  wilayah) di Jakarta hanya 6,2 persen dari  luaswilayah(idealnya15persen).

Dampak dari meningkatnya jumlah perjalanan berimplikasi pada semakin parahnyakemacetan.Lembaga pemantau kemacetanlalulintasdariInggris,TomTom Index[3]menempatkan Jakarta di peringkat 10dari416negaradiduniadengantingkat kemacetan 53 persen selama tahun 2019. Menurut hasil survey puncak kemacetan terjadi di pagi hari pada setiap hari Senin antarajam07.00sampaidenganjam08.00. Tingkat kemacetan pada jam tersebut mencapai 65 persen. Sedangkan puncak kemacetansore hari untuk hari kerja terjadi pada setiap hari Jumat antara jam

17.00-18.00 dengan tingkat kemacetan mencapai       98      persen.         Hari

Jumat sore merupakan waktu terburuk selama  sepekan.

Jika  ditotal  selama setahun, waktu yang hilang 

selama jam sibuk

                                           bisa         mencapai

174 jam.Sementara hasil  survey           dari 

Pantazi (2015) Jakarta memiliki kinerja kemacetan

     (Gridlocks)  terburuk  dengan   rata-

rata 33.240 stop-start Index sehingga 

menyebabkan komunikasidan koordinasi antar kementerian dan lembaga tidak efektif. Hampir semua pejabat negara/ kementeriaan selalu membutuhkan jasa

pengawalanuntukmenembuskemacetan diJakarta.

Implikasi dari kemacetan membawa efek pada peningkatan kualitas udara semakin memburuk. Hasil survey pada

bulan Agustus 2019 dari DataAirvisual menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Menurut hasil penelitian dari Komite Penghapusan Timbal terdapat 6 sumber utama penyebab dari semakin buruknya udara di Jakarta. Sektor industri menyumbang sekitar 22 persen polusi udara dari rumah tangga 11 persen, lalu debu jalanan 17 persen, pembakaran sampah 5 persen, proses konstruksigedung dan lain-lain,sumbang 4 persen. Adapun biang utama penyebab polusi udara diJakartaadalah akibat asap

 

kendaraan bermotor. Sekitar 47 persen partikel debu 10 mikron disumbang oleh  mobil maupunmotor[4].

Gambar 1.5

Pola RuangPusat Pemerintahan Sumber : HasilAnalisis,2019

Akibat kemacetan berimplikasi pada resiko kerugian secara ekonomi. Data jumlahkerugiandariPUSTRALUGM (2013) mencapai Rp56 triliun/tahun menjadi Rp65 triliun/tahun (World Bank 2017) dan menjadi Rp100 triliun pada tahun 2019. Jumlahkerugian terbesar disumbangkan dari biaya operasional kendaraan 

bermotor  sebesar  Rp40  triliun  dan Rp

60   triliun merupakan   kerugian waktu perjalanan  (JUTPI  2). Keterlambatan akibat kemacetan membuat biayalogistik 

jadi meningkat dan membutuhkan waktu yang lama untuk deliver barang. Pengiriman logistik yang seharusnya dalam satu hari bisa lima kali pengiriman barang, karena macet menjadi tiga atau empat kali. Kemacetan juga membuat para pekerja menjadi terlalu lama di jalan saat berangkat dari rumah ke tempat kerja. Kondisi ini akan mengganggu produktivitas mereka karena kehabisan banyak waktu hinggatenaga.

Diluarsektortransportasi,permasalahan

 

 

JurnalDEMOKRASI

Kesbangpol DKIJakarta

 

lain yang menjadi beban Jakarta adalah perumahan dan permukiman. Rumah layak huni semakin sulit terjangkau oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Tinggi dan mahalnya harga tanah membuat masalah perumahan dan permukiman di Jakarta menjadi beban tersendiri bagi sekelompok masyarakat. Kemiskinanberimplikasipadapeningkatan jumlah permukiman kumuh. Mahalnya harga rumah dan semakin terbatasnya lahan untuk perumahan membuat pilihan sulit bagi kelompok miskin perkotaan. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang bersama Bank Dunia menetapkan 49 persen dari 267 jumlah kelurahan di Jakarta, sebanyak 118 kelurahan memiliki kawasan kumuh. Kawasan kumuh pada umumnya berada pada daerah tidak bertuan seperti bantaran sungai, tepian wadukataupesisirpantai.Kawasankumuh paling banyak terdapat di wilayah Jakarta Utara(39persen),JakartaBarat(28persen), Jakarta Selatan (19 persen), Jakarta Timur (12 persen),JakartaPusat (11 persen),dan Kepulauan Seribu (1persen)8. Kekumuhan kawasan semakin rawan dengan masalah kesehatan dan sanitasi karena minimnya prasaranadansarana utilitas perkotaan.

Dari hasil evaluasi terhadap  penyelenggaraan penataan ruang, terdapat indikasi penyimpangan

(deviasi) dalam implementasi kebijakan. Salah satu penyebab penyimpangan adalah belum bersinerginya kebijakan penataan ruang (spatialplan) dengan rencana pembangunan (development plan). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)seharusnya menjadiacuan dalam

8    https://megapolitan.kompas.com/2019/05/27// kementerian-atrbpn-hampir-50-persen-wilayahjakarta-kumuh

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menenengah Daerah (RPJMD). Kebijakan tata ruang sering berubah akibat berbagai kepentingan dan tidak didukung dengan program dan anggaran yang memadai.Kebijakan penataan ruang sering dianggap sebagai penghambat investasi. Lemahnya penegakan hukum dan tidak maksimalnya pengendalian tata ruang menjadi salah satu indikasi mengapa Jakarta berkembang seperti tanpa arahdanmengikutidinamika pasar.

E. Jakarta ‘UrbanRegeneration?”

Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur menjadi bahan perdebatan antara yang pro dan kontra. Rencana pemindahan semakin dikritisi ditengah pandemi Covid-19 atau Virus Corona yang melanda dunia. Pandemi Corona telah membuat ekonomi global

mengalami guncangan hebat dan menunggu kepastian ditengah harapan penyakit berbahaya ini akan diatasi. Secara langsung dan tidak langsung guncangan ekonomi global berpengaruh terhadappertumbuhanekonominasional. Implikasinya adalah berapa besar kemampuan ekonomi nasional dapat mewujudkan rencana ini sesuai dengan target yang telahditetapkan?

Ditengah ketidakpastian rencana pemindahanibukotadijalankanatautidak, maka tetap dibutuhkan suatu skenario pembangunan Jakarta kedepan? Pilihan pindah atau tidak pindahnya ibukota negara, Jakarta harus tetap ditata ulang. Gagasan intinya adalah mengembalikan fungsi dan peran kota untuk mampu meningkatkan kualitas layanannya menjadi kota layak huni. Pertimbangan 

pemindahan ibukota saat ini lebih disebabkan kondisi internal Jakarta sudah tidak layak lagi. Maka dibutuhkan suatu konsep untuk melakukan urban regeneration sebagai jawaban atas permasalahan yangterjadi

Konsep urban regeneration adalah suatu gagasan sebagai solusi strategis jangka panjang untuk menata Jakarta dan sekitarnya. Gagasan ini disampaikan kepada Gubernur Anies Baswedan oleh Presiden Jokowi sebagai strategi pembangunan kota dalam tiga tahap, jangka pendek, menengah, dan panjang9. Melalui gagasan inidiharapkan pada akhir tahun 2030 Jakarta akan menjadi pusat perekonomian Indonesia. Gagasan urban regenerationdimaksudkansebagaikonsep pembangunan kembali Jakarta untuk menata layanan transportasi, pemerataan air bersih hingga sosial, ekonomi dan budaya. Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur tidak akan membuat pembangunan di Jakarta otomatis berhenti bahkan diupayakan akan lebih dipercepat.

Peter Roberts10 menjelaskan urgan regeneration adalah visi dan tindakan yang komprehensif dan terintegrasi  yang mengarah pada resolusi masalah perkotaan. Tujuannya adalah untuk melakukan perbaikan berkelanjutan terhadapkondisiekonomi,fisik,sosial,dan lingkungan disuatu kota/kawasan yang akan ditata ulang.Urban regeneration

adalah bentuk intervensi untuk  menuntaskan permasalahan diperkotaan

iNews.id.27/08/2019,Ibukota Pindah keKaltim.
PeterRobertsandHughSkyes,UrbanRegeneration 

A Hand Book,SAGE2008

yang fokus pada penyelesaian masalah yang dianggap penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Harapan yang ingin dicapai adalah memperbaiki standar kualitas perkotaan untuk saat ini dan kedepan.

Prinsip  urban regeneration yang  terpenting  adalah kebutuhan untuk  menetapkan  tujuan pembangunan  perkotaan yang jelas dan terukur. Urban regeneration adalah cara untuk memecahkan masalah perkotaan seperti untuk penyediaan kawasan perumahan, penyediaan ruang publik dan terbuka hijau, peningkatan sarana dan prasarana transportasi dan utilitas sanitasi. Urban regeneration identik dengan rehabilitasi perkotaan atau revitalisasi kota (urban renewal).

Untuk menyusun rencana strategis urban regeneration dalam jangka pendek, menengah dan panjang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas telah merencanakan anggaran sebesar Rp 571 triliun untuk memperbaiki dan menata ulang lima permasalahan penting di Jakarta. Meliputi pengelolaan air bersih, pengelolaan transportasi, pengelolaan air limbah dan sampah, pengendalian banjir dan pasokan air serta penyediaan permukiman. Rencana implementasi urban regeneration untuk jangka pendek, menengah dan panjang memerlukan tahapan yang terstruktur dansistematisagarimplementasinyatidak mengalamikegagalan.

 

Jurnal DEMOKRASI Kesbangpol DKIJakarta

 

Skenario implementasi harus seiring dengan pentahapanrencanapemindahan yang telahditetapkan.Mengingat rencana pemindahan adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan rencanapemindahan ASN dan keluarganyasebesar1,5jutajiwa. Maka skenarionya adalah memanfaatkan peluang pengurangan beban Jakarta ketika sebagian dari aktifitas Kementerian dan Lembaga Negara lainnya sudah berpindah. Upaya penataan kota dapat dimulai dari kawasan yangditinggalkan atau memanfaatkan pola kerjasama  denganpihakswastadanmasyarakat.

Tahapan rencana urban regeneration yang disusun Bappenas dibagi pada fase jangka pendek  2019-2022, fase jangka menengah 2022-2025 dan fase jangka panjang 2025-2030. Fase sepuluh tahun masa perencanaan urban generation sangat tergantung kepada situasi dan dinamika pembangunan ekonomi nasional dan global. Setiap rencana kegiatan merupakan integrasi dari berbagai rencana stakeholder yang sumber pembiayaannya berasal dari APBN, APBD, obligasi/pinjaman daerah dan pendanaanswasta (KPBU).

Gambar 1.6

Konsep yang digagas melalui urban regeneration adalah wujud restrukturisasi dari Rencana TataRuang Wilayah (RTRW) Jakarta. Pengembangan jaringan transportasi menjadi tulang punggung perubahan karena terkait dengan upaya mengurangi tingkat kerugian yang sudah mencapai Rp100 triliun lebih akibat kemacetan.Transportasimasaldiharapkan mampu menjadi pembentuk perilaku baru sehingga target mobilitas penduduk menggunakan 60 persenangkutan umum didalam RTRW Jakarta 2010-2030 dan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ)2018 dapattercapai.

Gagasanlainterkaitsektortransportasi adalah       membangun   kerjasama     atau

konsorsium pengelolaan transportasi Jabodetabek yang dikelola badan usaha bersama antar daerah. Integrasi pembangunan jaringan transportasi antar wilayahdiJabodetabeksaatiniterkendala batas administrasi dan kewenangan otoritaswilayah(Pusat,Provinsi,Kabupaten

& Kota). Pembangunan jaringan MRT hinggaStasiun Lebak Bulus membuktikan adanya kendala otoritas disetiap wilayah.

Gagasan yang diusulkan adalah membentuk pola pengelolaan kerjasama transportasi di wilayah metropolitan Jabodetabek dengan mengadopsi New

YorkTransportationAuthority.Melaluipola adopsi ini diharapkan di kawasan Jakarta dan sekitarnya terbentuk Jabodetabek Transportation Authority. Pembentukan ini menjadi awal sinergi dan integrasi sistem jaringan transportasi antar wilayah sehingga mampu mengurangi kemacetan dan penghematan biaya perjalanan. Pola hubungan kerjasamaini diharapkan

menjadi basis perubahan dalam pengelolaan yangberjalanselamaini.

Pola kerjasama secara terpadu antar wilayah pernah digagas dalam bentuk Rancangan Undang-undang Pengelolaan Terpadu Jabodetabek oleh DPD RIpada tahun 2013. Lingkup kerjasama antar wilayah ini tidak jauh berbeda dengan pendekatan urban regeneration meliputi, pengelolaan terpadu dibidang penataan ruang, transportasi, sumber daya air, lingkungan dan permukiman. Kelima bidang ini memiliki hubungan simetris yang saling mengikat karena berbasis pendekatan ecoregion.

        Rancangan              undang-undang

tidak mendapat  dukungan  karena  penyelenggaraan  otonomi daerah tidak mengenal adanya desentralisasi fungsional atau penyerahan urusan pemerintah ke badan fungsional. Urusan penyelenggaran pemerintahan diatur dalam kewenangan desentralisasi teritorial sehingga dibutuhkan suatu badan usaha sebagai solusi hambatan administrasi antar wilayah. Pola kebijakan seperti ini pernah dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2011 Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-DepokTangerang-Bekasi. Realisasi Perpres No.83 Tahun 2011 terwujud dengan perubahan layanan keretaapi komuter yangsemakin

baik dengan jumlah penumpang  mencapai 1,2 juta penumpangperhari.

A. Penutup

Rencana pemindahan ibukota tidak mengakhiri proses pembangunan di Jakarta, tetapi menjadi peluang dan kesempatan untuk melakukan urban regeneration. Kebijakan ini menjadi dasar untuk melakukan restrukturisasi rencana tataruangdenganmelakukanperombakan pada sistemjaringandan sistempelayanan kota.Urban regenerationjuga menjadi

 

 

JurnalDEMOKRASI

Kesbangpol DKIJakarta

 

 

DaftarPustaka

Metropolitan di Indonesia, Kenyataan dan Tantangan Dalam Penataan Ruang,

DirektoratJenderalPenataanRuangDepartemenPekerjaanUmum,2006

Paparan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, Dialog

NasionalIPemindahanIbukotaNegara,Bappenas16Mei 2019

Paparan Rencana Pemindahan Ibukota Negara, Yayat Supriatna, Dialog Nasional I  PemindahanIbukotaNegara,Bappenas16Mei2019.

Paparan Kajian Kelayakan Pemilihan Lokasi Ibukota Negara, Kementerian Perencanaan  PembangunanNasional,UniversitasTrisakti,22Nopember2019.

Paparan Kajian Pembangunan Sosial Ibukota Baru, Yayat Supriatna, Dialog Nasional 7 

PemindahanIbukotaNegara,UniversitasIndonesia,25Februari2020

Paparan Direktorat Pengairan & Irigasi Bappenas, Penyebab Banjir Di Jakarta, Januari 2020

PeterRobertsandHugh Skyes,UrbanRegeneration A HandBook,SAGE2008

Restu Gunawan,Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian banjir Jakarta dari masa ke  masa, Penerbit BukuKompas,2010

RobetJKodoatie&RoestamSyarief,TataRuangAir, PenerbitANDIYogyakarta,2010

URDI, Pembangunan Kota Indonesia, Bunga Rampai dari Perencanaan ke Pelaksanaan 

PembangunanPerkotaandiIndonesia,2015

Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, Wajah Penataan Ruang Kawasan Metropolitan,2006

Bagikan Melalui


Komentar Anda